Petugas keamanan Israel yang menghentikan beberapa mobil ketika ingin melintasi pos pemeriksaan merupakan pemandangan yang umum di Tepi Barat. Namun belakangan ini, di beberapa desa di wilayah itu, warga sipil Palestina terlihat berjaga di sejumlah tempat, berpatroli untuk mencegah terulangnya serangan pembakaran seperti yang terjadi akhir Juli lalu.
Ketakutan akan serangan dari ekstremis sayap kanan Yahudi terhadap warga Palestina meningkat sejak aksi pembakaran rumah di desa Duma yang menewaskan seorang pria Palestina dan putranya yang baru berumur 18 bulan pada 31 Juli lalu. Sejak itu, warga sekitar yang umumnya petani merasa perlu berpatroli pada malam hari.
“Mereka kerap memecahkan kaca, merusak rumah-rumah, dan membakar masjid dan kendaraan,” kata kepala desa Qusra, Abed al-Atheim Adi, dikutip dari Reuters.
“Para pemuda desa membentuk sebuah tim untuk membela hak-hak anak-anak dan keluarga mereka, dan memberikan perlindungan yang lebih pada malam hari,” kata Adi, sembari menyatakan patroli semacam ini kerap dilakukan warga sekitar sejak 2001.
Dalam pengamatan Reuters yang ikut bersama tim patroli di Qusra pekan ini, para sukarelawan tersebut membawa sejumlah senjata, seperti pentungan dan kapak. Dilengkapi dengan senter, mereka mengawasi jalannya malam dan selalu waspada jika ada yang mencurigakan.
Para relawan patroli ini tidak memiliki senjata, kemungkinan besar karena takut bermasalah dengan tentara Israel, yang seharusnya bertanggung jawab keseluruhan terhadap keamanan di daerah tersebut, menurut kesepakatan perdamaian sementara.
Warga di desa Turmus Ayya, misalnya, tak jarang mendirikan pos pemeriksaan pada ruas jalan yang kerap dilalui kendaraan pada malam hari. Mereka menghentikan sejumlah motor yang melintas, mempertanyakan tujuan dan asal pengendara, serta menggeledah motor tersebut.
“Jumlah anggota tim (patroli) bisa saja tujuh, 17 atau 40 orang, tergantung siapa saja yang bisa berpatroli. Tim ini tidak mendapatkan dukungan atau dana dari siapa pun. Otoritas Palestina berjanji untuk memberikan dukungan, tapi sampai saat ini tidak ada,” kata Adi.
Jika tim patroli mendeteksi seorang penyusup, mereka akan menelepon imam penjaga masjid, yang akan segera memanggil bala bantuan melalui pengeras suara di masjid.
Bentrokan antara warga Palestina dengan pemukim Yahudi pernah terjadi di Desa Qusra pda 2014 lalu. Warga desa menuduh pemukim Yahudi melemparkan batu kepada mereka, sehingga warga menangkap para pemukim, memukuli mereka, sebelum menyerahkannya kepada tentara Israel.
Perwakilan dari permukiman Yahudi Esh Kodesh menyatakan menampik tuduhan tersebut dan menyatakan serangan terjadi saat para pemukim tengah melakukan pendakian di sekitar wilayah tersebut.
Salah satu pemukim Yahudi yang terlibat dalam bentrokan itu adalah Meir Ettinger, aktivis Yahudi sayap kanan yang diduga terlibat dalam pembakaran di desa Duma. Ettinger ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara oleh pemerintah Israel.
Namun pada Senin (10/8), media setempat memberitakan sedikitnya delapan tersangka yang ditahan dan dipenjara tanpa diadili dalam 48 jam terakhir telah dibebaskan.
Terkait patroli warga sekitar, juru bicara militer Israel hingga kini belum memberikan pernyataan. Sumber Reuters, seorang jenderal militer Israel yang enggan dipublikasikan namanya menyatakan bersimpati atas patroli tersebut namun juga khawatir akan terjadi bentrokan yang tak diinginkan.
“Pasukan khusus kami sering melakukan operasi kontra-terorisme di daerah itu, kadang-kadang dalam penyamaran berpakaian sipil. Apa yang terjadi jika kelompok patroli ini mengira mereka pengacau? Bisa terjadi bentrokan,” kata jenderal tersebut.
Terkait hal ini, Adi yakin tim patroli desa mereka dapat menghindari terjadinya bentrokan semacam ini.
“Dalam empat tahun terakhir mereka tidak membuat kesalahan, dan saat mereka melihat tentara (Israel) beroperasi di desa, tim patroli akan tinggal di rumah,” katanya.
Namun, tim patroli ini menimbulkan dilema bagi Otoritas Palestina (PA), yang bekoordinasi soal keamanan di Tepi Barat dengan Israel.
“Tim patroli pertahanan diri di Tepi Barat sejauh ini tidak mendapat dukungan dari PA, tetapi saya berharap bahwa PA akan segera membuat keputusan untuk mendukung mereka,” kata Ghassan Daghlas, pejabat otoritas yang memonitor aktivitas permukiman di daerah Nablus.
(cnnindonesia.com)