Siapa sangka, dari warung kecil berlantai tanah di Jalan Gempol, Bandung, Nuraini dan ibunya, Mariah, dapat terbang ke Singapura untuk memperkenalkan kupat tahu andalan mereka dalam ajang World Street Food Congres 2015 pada Juli lalu. Kelezatan Kupat Tahu Gempol pun diakui lidah internasional.
“Bangga dan senang sekali, dari pinggiran bisa ke Singapura. Kami hanya masak sesuai kualitas kami saja. Ternyata orang pada suka,” ujar Nuraini kepada CNN Indonesia saat ditemui di warungnya di Bandung, Kamis (6/8).
Cita rasa Kupat Tahu Gempol memang sudah masyhur di berbagai kalangan, mulai dari rakyat jelata hingga para pejabat, seperti Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel. “Terakhir itu Pak Gobel mau pergi ke mana, pengin makan Kupat Tahu Gempol. Minta kirim 50 porsi untuk dimakan di bandara,” kata Nuraini.
Dari buah bibir tersebut, banyak lidah akhirnya membuktikan sendiri kenikmatan sepiring Kupat Tahu Gempol. Kelembutan ketupat dan tahu berbalur bumbu kacang yang meresap sempurna dapat memberikan kesan mewah, walaupun hanya disajikan di atas piring styrofoam.
Semua kesedapan tersebut ternyata sudah menghampiri lidah banyak warga Bandung sejak 1965. Resep yang sama pun diwariskan turun temurun demi menjaga cita rasa.
“Semuanya resep dari nenek saya, namanya Hajar Hasanah. Tahun 1965, buka warung kupat tahu, banyak yang suka. Dilanjutin sama ibu saya, namanya Mariah, tahun 1975,” tutur Nuraini.
Wanita berusia 45 tahun ini lantas menguak sedikit rahasia untuk mendapatkan kelembutan ketupat yang sempurna. “Tahu dari Cibuntu, kalau ketupat itu pakai beras aron, ditumbuk sampai lembut, dibungkus daun pisang, dikukus delapan jam,” tuturnya.
Untuk mendapatkan bumbu kacang yang halus dan meresap ke dalam tahu dan ketupat, Nuraini mengaku menggunakan kacang tanah asli. “Tidak pakai seperti selai buat roti seperti orang sekarang biasanya. Kacangnya digoreng dan digiling pakai alat giling kacang biasa, enggak dicampur kentang seperti lotek,” ucap Nuraini.
Berkat konsistensi keluarga Nuraini, Kupat Tahu Gempol kini sudah dapat membuka cabang di beberapa tempat, seperti The Kiosk di Dago dan Bandung Trade Mall.
Meskipun sudah menjejaki tempat mewah, bahkan terbang ke luar negeri, Nuraini tetap mempertahankan warung kecil di Jalan Gempol. Dengan gerobak sederhana ditambah satu meja bambu panjang dan kursi plastik untuk pengunjung, Nuraini bersama Yayah beserta beberapa karyawan bekerja membuat kupat tahu setiap harinya.
“Di sini tempat awal, harus tetap dijaga,” kata Nuraini.
(cnnindonesia.com)