Barangkali Anda bisa menyantap masakan soto di semua kota yang Anda singgahi. Tetapi Soto Kudus tetap memiliki keistimewaan tersendiri yang tak dimiliki soto dari daerah lain.
Itu sebabnya, menu ini menjadi pilihan pecinta kuliner soto saat berkunjung ke Kota Wali. Satu yang tak pernah sepi pengunjung di antaranya Soto Kudus Pak Ramidjan yang berada di Jalan Kudus-Jepara, tepatnya di Purwosari, Kecamatan Kota, Kudus.
Begitu tersohor soto ini hingga warga Kudus, khususnya mereka yang merantau, selalu menyempatkan diri mampir saat pulang kampung. “Katanya, mereka kangen kuliner soto kerbau khas Kudus ini,” ungkap Ferry Roosmawan (38), penjual Soto Kudus Pak Ramidjan.
Ferry memang bukan generasi pertama. Dia mendapat warisan dari sang ibu yang juga meneruskan usaha yang buka sejak 1950 ini. Ferry mulai terjun langsung pada 2007.
Daging kerbau memang menjadi kekhasan Soto Kudus. Ini pula yang tidak dimiliki daerah lain yang biasanya menggunakan daging ayam atau daging sapi sebagai isian soto. Di Kudus, daging sapi tidak ditabukan tetapi tidak dikonsumsi atas alasan toleransi.
Sejak 500 tahun lalu, penganut Islam menghormati keyakinan umat Hindu, yang lebih dulu tinggal di Kudus, yang menganggap sapi sebagai hewan suci.
“Dari dulu, sejak zaman Sunan Kudus, sudah menjadi tradisi orang Kudus menggunakan daging kerbau. Tapi, yang pakai daging sapi, juga sudah ada,” ucap Ferry.
Dalam semangkuk Soto Kudus ada nasi, irisan daging kerbau, mi putih atau soun, tauge, irisan kol, butiran kacang kedelai, taburan daun seledri dan bawang goreng. Bahan pelengkap itu, disiram kuah dari kaldu daging kerbau yang panas, yang telah diberi bumbu rempah-rempah. Di antaranya, cengkih, kayu manis, kemiri serta perasan jeruk limau.
Daging kerbau mempunyai serat besar dan harga lebih mahal dibanding daging sapi. Itu sebabnya, daging kerbau terkenal alot. Ferry pun punya resep agar daging kerbau di soto buatannya empuk dan lezat, yakni merebus dalam waktu lama. Sedangkan tulangnya, direbus lagi untuk menghasilkan kaldu yang bersih dan bercita rasa kuat.
Kuah soto merupakan representasi budaya Jawa. Berwarna bening, sedikit berminyak dan sedikit asam karena penggunaan asam jawa. Itu sebabnya, kuliner ini cocok disantap saat makan siang. Sebagai pendamping, Ferry menyediakan lauk otak dan paru kerbau goreng, perkedel kentang, serta kerupuk rambak kulit kerbau.
Dalam sehari, Ferry bisa menjual 200 mangkuk soto. Saat akhir pekan atau hari libur, dia berhasil menyajikan hingga 300 mangkuk. Ferry juga memberi pilihan soto daging ayam, pindang ayam serta pindang kerbau.
Ternyata, soto yang dibanderol Rp 10.000 per mangkuk itu tak hanya disukai warga Kota Kretek. Ferry bercerita, ada konsumen asal Medan yang makan secara lahap tiga mangkuk soto yang dipesan.
“Seusai makan, dia marah-marah. Katanya, sotonya tidak enak karena dia hanya makan tiga mangkuk dan ingin tambah,” ucap Ferry tertawa senang lantaran berarti, sang pembeli merasa ketagihan.
Soto Pak Ramidjan juga menjadi tempat makan para turis asing yang pulang belanja kerajinan ukir di Jepara. Dari foto-foto yang dipajang, warung berukuran 9 kali 13 meter ini juga pernah disambangi artis, di antaranya Teuku Wisnu, Donita, serta anggota band Club Eighties.
(kompas.com)