DANAU Batur di Kintamani, Bali, adalah rumah bagi beragam jenis ikan air tawar. Sembari menikmati panorama Gunung Batur dan Gunung Abang, dengan buaian semilir angin danau, kita bisa mencecap gurihnya ragam olahan ikan khas Batur.
Berbagai jenis restoran dari warung rumahan, rumah makan yang dikelola desa adat, hingga rumah makan apung milik pengusaha swasta bisa dijumpai tersebar di tepian Danau Batur. Olahan ikan paling pas disantap pada jam makan siang sembari menyaksikan nelayan tradisional mencari ikan.
Salah satu rumah makan yang menyajikan ikan dari Danau Batur adalah Warung Nila Presto yang dikelola Desa Adat Batur. Lokasi warung yang berada tepat di tepi danau memungkinkan pengunjung menikmati olahan ikan sembari memandang keindahan danau.
Selain menyediakan kursi-kursi yang terapung di atas geladak permukaan danau, Warung Nila Presto memiliki keramba dan kolam pancing untuk menjaga stok ikan segar. Begitu pelanggan datang, ikan segar ditangkap, lalu diolah sekitar 20 menit. Khusus untuk menu ikan nila presto, tamu harus sabar menunggu proses memasak selama 2,5 jam.
Selain dibakar atau digoreng, ikan Danau Batur juga dimasak dengan bumbu lengkap atau basa genep khas Bali. Salah satu menu khas andalan resto ini adalah ikan nyat-nyat alias ikan tim. Ikan terlebih dulu digoreng setengah matang sebelum kemudian diolah dalam proses perebusan bersama bumbu basa genep hingga air rebusannya tandas.
Basa genep terdiri dari bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, kencur, lengkuas, kemiri, dan ketumbar. Tersaji hangat di meja makan, ikan nila atau mujair yang dimasak nyat-nyat hadir dengan lauk pendamping, sup kepala ikan, dan sayur jipang. Rasa ikan terasa nikmat hingga gigitan pada tulang-tulangnya.
”Ikan di sini dengan ikan tempat lain rasanya beda. Kalau tempat lain ada rasa tanahnya,” kata Ketut Artawan, Kepala Dusun Toya Bungkah yang juga karyawan warung. Sebagai penyegar, kita bisa memilih jus tuwung atau terong belanda yang dipetik dari perbukitan Batur.
Dikelola oleh desa adat, Warung Nila Presto memiliki tiga cabang dengan sajian khas Danau Batur. Keuntungan dari hasil warung antara lain dipergunakan untuk perbaikan pura hingga pengembangan kelompok kesenian tari. Setiap hari, warung yang dikelola sejak 2005 ini minimal menjual 10 kilogram ikan.
Bumbu lokal
Menu khas nyat-nyat juga bisa dijumpai di warung-warung yang dikelola oleh warga lokal. Misalnya, Warung Makan Putri Guna Lestari yang dikelola Niki Lestari. Warung ini ramai dikunjungi oleh wisatawan maupun warga sekitar yang ingin bersantap malam ikan nyat-nyat.
Ikan nyat-nyat dan sup kepala ikan selalu diletakkan di atas kompor agar terjaga suhu hangatnya. Udara pegunungan yang dingin membuat aneka jenis olahan ikan itu mudah dingin jika dibiarkan begitu saja tanpa api penghangat.
Meskipun tiap hari tinggal di tepian danau, warga sekitar tak bosan menikmati aneka olahan ikan Danau Batur. ”Paling enak ikan dari danau. Sehari biasanya terjual 30 kilogram ikan. Apalagi jika sedang libur Lebaran, Tahun Baru, atau Galungan,” tambah Niki.
Ikan nyat-nyat di Warung Makan Putri Guna Lestari dihidangkan didampingi lauk kelapa parut yang digoreng dengan sedikit minyak dan kunyit. Rasa olahan ikan di warung ini mencerminkan rasa khas Bali yang biasa disantap sehari-hari oleh penduduk lokal.
Warga Desa Kedisan, Wayan Rena Wardana, yang sejak kecil tumbuh di tepi Danau Batur juga turut memanjakan wisatawan dengan menghadirkan Restoran Apung. Tak hanya menyajikan menu beragam ikan, restoran ini unggul karena suguhan panorama alamnya.
Tamu-tamu restoran betah berlama-lama duduk di bangunan-bangunan yang dibiarkan terapung di atas danau. Agar ramah terhadap lingkungan, bangunan restoran tersebut hanya ditopang dengan jangkar, tanpa tiang-tiang permanen di atas danau. Sensasi terombang-ambing sembari menyantap ikan menjadi andalan restoran ini.
Sama seperti warung lainnya, Restoran Apung mengedepankan menu olahan ikan yang ditangkap langsung dari Danau Batur. Selain ikan nyat-nyat, ikan nila bakar atau ikan gorengnya pun terasa istimewa dengan tambahan bumbu sambal matah khas Bali.
Wayan yang memulai usaha restoran setelah pensiun sebagai hakim di Jakarta pada 2006 menjaga ketat kualitas makanan. Setiap hari, ia dan istrinya berkutat di dapur. Wayan terbiasa mengiris-iris aneka bumbu seperti bawang dan cabe. Sebisa mungkin, bumbu-bumbu tersebut dipetik dari pertanaman sekitar Batur. Rasa yang khas, menurut Wayan, antara lain tercipta dari bumbu-bumbu lokal kualitas terbaik.
Kesegaran ikan juga dipengaruhi karakteristik Danau Batur yang tergolong danau kaldera aktif di ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut. Dengan garis pesisir sepanjang lebih kurang 21,4 kilometer, Danau Batur dikelilingi dataran rendah yang bergelombang hingga Gunung Batur (1.717 meter dpl) dan Gunung Abang (2.172 meter dpl).
Air Danau Batur yang jernih bersumber dari air hujan dan rembesan-rembesan air dari pegunungan sekitarnya. Dibekap udara yang dingin, Danau Batur menjadi rumah yang nyaman bagi beragam jenis ikan seperti ikan nila, mujair, mas, tawes, wader, delek (gabus), dan lele. Hasil tangkapan terbesar berupa ikan nila dan mujair yang merupakan sajian utama bagi wisatawan.
Sebagian nelayan juga masih mempertahankan rakit dari batang kayu utuh untuk mengarungi danau. Setelah menebar jala, nelayan-nelayan itu betah menunggu seharian di atas rakit kayu. Dalam sehari, nelayan dengan rakit kayu atau perahu fiber yang lebih modern bisa mendapat sekitar 10 kilogram ikan dari proses menebar jala.
Permukaan Danau Batur makin riuh disesaki keramba ikan. Dari proses tebar bibit ikan hingga panen biasanya memakan waktu sekitar enam bulan. Jumlah ikan di Danau Batur terus bertambah karena pemerintah maupun perusahaan swasta rutin menebar bibit ikan. Limpahan jumlah ikan inilah yang menjadi pasokan utama bahan baku olahan ikan di warung-warung tepi danau. Dan diharapkan bisa memanjakan lidah pengunjung.
(kompas.com)