Dalam sesuap daging ikan lele, terkandung 3.000 sel kanker”. Judul artikel tersebut beberapa hari terakhir menjadi pembicaraan hangat di media sosial.
Namun bagi pembudidaya lele, artikel tersebut dianggap mengancam kelangsungan usaha mereka.
Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur, menampung keluhan para pelaku bisnis budidaya lele di Jawa Timur yang tersinggung atas beredarnya artikel tersebut.
“Artikel tersebut adalah kampanye hitam untuk menjatuhkan penjualan pasar lele yang prospek pasarnya terus membaik,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur, Rabu (28/10/2015).
Dia khawatir, artikel yang sebenarnya menggambarkan sebuah budidaya lele di Kota Haikou, China itu berdampak pada pasar lele di Jatim.
Menurut dia, konsumen lele adalah konsumen ikan di level II. Di level I adalah konsumen ikan kelas atas seperti tuna, kakap, kerapu, dan sebagainya.
“Konsumen kelas I tidak akan goyah dengan tersebarnya isu apa pun, tapi untuk konsumen kelas II, ini masih rentan digoyang isu. Bisa-bisa mereka tidak lagi mengonsumsi lele karena takut,” ujar dia.
Heru menyebut, Jatim adalah produsen lele terbesar secara nasional. Dari ratusan pembudidaya lele, dalam tiga tahun terakhir, produksi lele di Jatim terus meningkat.
Pada 2012 tercatat produksi sebesar 62.807 ton, naik pada 2013 menjadi 79.928 ton, sementara pada 2014 terus naik menjadi 96.830 ton.
Sepanjang produksi 2014, 2.000 ton di antaranya diekspor ke luar negeri.
Produksi lele di Jatim kata Heru diproduksi secara sehat sesuai standar Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) sebagaimana yang diatur Pemerintah dalam Keputusan Menteri Nomor 02/Men/2007.
“CBIB mensyaratkan pakan budidaya Lele dengan pakan yang sehat yang menitikberatkan pada kesehatan dan keamanan pangan,” kata dia.
Secara berkala, Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur juga melakukan monitoring residu pada komoditas lele secara sampling.
Tahun ini ada 379 sampel yang diambil dari berbagai daerah produsen lele seperti Sidoarjo, Mojokerto, Kediri, dan Tulungagung.
“Hasilnya, komoditas lele yang diuji bebas dari residu hormone, antibiotik, dan logam berat,” kata dia.
Heru curiga, isu tentang lele tersebut sengaja dihembuskan pihak tertentu untuk kepentingan bisnis ikan jelang pasar bebas MEA 2015.
“Ada pihak yang ingin merebut pasar lele dan menggantikannya dengan komoditas ikan lain,” kata dia.
Artikel soal kandungan sel kanker diunggah di sejumlah website. Artikel tersebut juga sempat dikuti sejumlah media online sebagai bahan diskusi.
Artikel yang di-posting pada 29 Juli 2015 itu mengurai pengakuan peternak lele dari Tiongkok bernama Zhang Ri-hong, pemasok lele ke pasar dan rumah makan di pinggir jalan di Provinsi Hainan.
Media lalu menelusuri tentang ikan tersebut dengan mengamati tujuh sampel kolam produsen lele.
Ketujuh kolam tersebut dikelilingi kandang ayam dan babi, sedangkan di tengah tambak tersebut terdapat banyak tumpukan sampah. Para peternak ikan tersebut diimbau menangguhkan penjualan lele, sebelum hasil tesnya keluar.
(kompas.com)