Tarif commuter line naik 50 persen. Awal November nanti pemberlakuan kenaikan tarif berlaku. Nah, yang membuat kritik datang, kenaikan tarif ini bukan karena pelayanan, tetapi karena subsidi habis. Kok bisa?
“Harusnya kan sebelum habis bisa dihitung ulang, agar nggak putus subsidinya,” terang Koordinator KRL Maniam Nurcahyo, Selasa (20/10/2015).
Menurut Nurcahyo, apalagi katanya pemerintahan Jokowi mengedepankan agar rakyat menggunakan angkutan umum. Ini malah subsidi menyangkut jutaan masyarakat yang menggunakan commuter line malahan ditiadakan.
“Masala subsidy ini bukan urusan orang kaya atau miskin, commuter line itu dinaiki semua golongan. Ini murni transportasi publik yang memang wajib dapat jatah subsidi,” urai Nurcahyo.
Dia menyayangkan tidak sigapnya Kemenhub dalam urusan subsidi angkutan publik ini. Semestinya urusan seperti ini dinomorsatukan, karena menyangkut urusan transportasi publik.
“Jadi kenaikan tarif commuter line ini lucu, karena alasannya dana subsidi habis,” tutur Nurcahyo.
Sebelumnya dijelaskan Manager Communication PT KCJ Eva Chairunisa bahwa perubahan itu disebabkan kontrak subsidi public service obligation (PSO) dari pemerintah kepada PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) habis pada 18 November. Pada tahun 2015 ini, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menganggarkan PSO sebesar Rp 858.120.344.409 untuk tarif KRL.
“Nah, sekarang kontrak (subsidi) PSO itu akan habis pada bulan November. Namun, meski akan habis, pemerintah tetap ingin meringankan penumpang. Jadi, komposisinya diatur ulang dengan mengurangi potongan PSO tanpa mengutak-atik tarif dasar operator,” kata Eva, Senin (19/10).
Eva menjelaskan, potongan PSO yang biasanya Rp 3.000 untuk 25 kilometer pertama akan dikurangi menjadi Rp 2.000 sehingga penumpang yang tadinya membayar Rp 2.000 harus membayar Rp 3.000.
(detik.com)