Bank Indonesia (BI) pernah punya rencana meredenominasi (menyederhanakan) rupiah dengan memangkas nominalnya. Sudah sampai mana rencana tersebut berjalan?
Rencana yang sudah bergulir sejak 2010 itu sudah mengalami beberapa perkembangan. Jika melihat jadwal semula tahun 2015 ini seharusnya masuk masa transisi, yaitu masa di mana transaksi di dalam negeri menggunakan 2 jenis rupiah, yaitu rupiah lama dan rupiah baru.
Hal ini bertujuan membiasakan masyarakat dalam penggunaan mata uang baru nantinya baik dalam pembayaran maupun pengembalian transaksi.
Sebagai contoh, harga produk senilai Rp 10.000 akan ditulis dalam dua harga yaitu Rp 10.000 (rupiah lama) dan Rp 10 (rupiah baru). BI juga akan perlahan-lahan mengganti uang rusak rupiah lama dengan uang rupiah baru.
Namun apa yang terjadi saat ini ternyata rencana redenominasi itu belum berjalan sesuai rencana. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI, Suhaedi, saat ini pihaknya masih menunggu keputusan dari wakil rakyat.
“Kita tunggu keputusan parlemen. Cuma tinggal tunggu DPR ketok saja. Kita cuma nunggu kan. Itu keputusan kolektif,” katanya ditemui usai diskusi di kantornya, Jakarta, Senin (23/11/2015).
Ia juga menyatakan tidak ada tarik ulur dari pembahasan redenominasi ini. Saat ini posisi bank sentral menunggu keputusan dari DPR.
“Nggak ada tarik ulur. Nggak ada juga BI untung karena redenominasi rupiah itu. Posisi kita menunggu dari DPR. BI tinggal jalankan,” ujarnya.
Jika rencana ini berjalan sesuai jadwal semula, seharusnya tahun depan sudah masuk masa di mana uang rupiah lama benar-benar tak beredar lagi. Sebab BI sudah melakukan penarikan uang lama secara perlahan pada masa transisi alias tahun ini.
Dengan demikian, memasuki tahun 2019–2020 pelaksanaa redenominasi sudah selesai. BI hanya akan mencetak uang rupiah baru dan rupiah lama tidak lagi berlaku.
(detik.com)