Rhandy (22), berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang tukang ojek di Sukabumi, Jawa Barat. Tetapi itu tak menghalangi langkahnya berprestasi di ITB.
Rhandy bersama dua rekannya Hamdan dan Arrozaq, menciptakan alat pendeteksi penyakit jantung. Alat itu dibuat sebagai tugas akhir kuliah di jurusan elektro ITB. Rhandy dan teman-temannya angkatan 2011 dan lulus kuliah Juni 2015 lalu.
“Sekarang saya sudah lulus dan kerja di Sukabumi,” terang Rhandy, saat berbincang, Senin (9/11/2015).
Rhandy bersama rekannya mulai dari awal membuat alat itu pada Agustus 2014, dan pengerjaan pada Februari 2015. Alat itu sebesar telapak tangan dan digunakan dengan mencapit ke jari tangan. Dari capitan itu akan terdeteksi sinyal darah ke alat.
Digunakan juga HP, yang tersambung ke bluetooth, nantinya akan ada gambaran warna hijau, merah, atau kuning yang maknanya aman, hati-hati, atau bahaya. Aplikasi di HP juga temannya yang membuatnya. Alat itu ada dua prototype dan ada di ITB. Total biaya yang dikeluarkan Rp 2,5 juta.
“Punya cita-cita sih lanjut S2 jurusan elektro juga di luar negeri, tapi nanti lah. Adik saya masih sekolah butuh biaya, cari penghasilan dulu,” ujar dia.
Rhandy menyimpan harapan bisa mewujudkan mimpinya sekolah S2, tapi itu nanti setelah dia secara ekonomi bisa membantu keluarga. “Ya semoga bisa suatu hari S2,” tutup Rhandy yang saat kuliah mendapatkan beasiswa dari Chevron Dompet Dhuafa.
(detik.com)