Dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Kamis (12/11/2015), Ali bercerita, dia adalah anak ke-5 dari 6 bersaudara. Dari 4 kakaknya, hanya satu yang berhasil lulus SD. Mereka tidak bisa sekolah karena ekonomi yang sulit. Sejak kecil, mereka tinggal di hutan belantara, kurang lebih 6 km dari keramaian desa.
Rumah Ali dan keluarganya beratapkan daun nipah dan berdinding papan. Orangtuanya adalah seorang petani karet, yang lahannya milik orang lain. Kehidupan sehari-harinya sangat sederhana, karena penghasilan dari menyadap karet tak seberapa.
Ali masuk SD di usia 6 tahun. Namun dia hanya bertahan kurang lebih satu bulan, karena tidak kuat berjalan kaki sejauh 6 Km untuk mencari ilmu. Dia baru bersekolah lagi tahun depannya di usia 7 tahun.
“Teman-teman SDku selalu mencemooh aku dan kakakku dengan sebutan ‘orang hutan’. Iya karena kami berasal dari hutan tepatnya, tapi kata-kata mereka inilah yang memotivasiku dan kakakku untuk terus bersungguh-sungguh dalam belajar,” terangnya.
Ali melanjutkan pendidikan di Pesantren ‘Assalam Al-Islami’ di desa Sri Gunung, Sungai Lilin, Musi Banyuasin. Pesantren tersebut menyediakan beasiswa mulai dari bebas biaya SPP hingga bebas seluruh biaya bagi yang berprestasi, sesuatu yang sangat dibutuhkan Ali.
“Alhamdulillah sampai 6 tahun di pesantren ini aku sudah mendapatkan semua beasiswa, mulai dari beasiswa bebas SPP hingga beasiswa sepenuhnya, beasiswa ini aku dapatkan dari pesantren maupun dari perusahaan,” ucapnya.
Setelah tamat dari pesantren, Ali bertekad untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Motivasi utamanya adalah memperbaiki ekonomi keluarga. Akhirnya dia mencari informasi soal beasiswa. Suatu waktu dia mencoba masuk Universitas Airlangga dan mengambil jurusan pendidikan dokter dan dokter gigi, namun saat itu belum berhasil.
Namun Ali tak menyerah. Dia mencari beasiswa lain dari teknik sipil universitas islam Indonesia, pertambangan UNSRI, serta beasiswa dari perusahaan di kampung dan sebagainya. Namun di tengah proses itu, dia akhirnya mendengar program santi jadi dokter Musi Banyuasin. Peluang yang sangat dinantinya.
“Singkat cerita temanku memberikan kabar melalui sms bahwa dari beberapa temanku yang mengikuti tes, aku dinyatakan ” LULUS “. Aku langsung sujud syukur dan menangis haru bahagia,” terangnya.
“Aku menelepon mak dan abah di kampung bahwa aku lulus. Saat itu abah sedang di kebun (mantang karet), saat aku telepon abah langsung menangis dan pulang ke rumah. Aku langsung pulang ke rumah dan ditemani oleh temanku mardi namanya, dia yang menyetir motor karena aku sudah tidak kuat, gemetar, haru dengan hasil ini,” ceritanya.
Setelah itu, Ali terbang ke Jakarta untuk menjalani perkuliahan sebagai mahasiswa kedokteran. Saat menjadi mahasiswa, Ali juga pernah mendapat kesempatan untuk ke Malaysia sebagai salah satu delegasi ” Mahasiswa Kedokteran Islam Indonesia “, tepatnya di Cyberjaya University College of Medical Sciences. Di sana, Ali dan teman-temannya mempresentasikan tentang peran kedokteran islam di Indonesia khususnya dan dunia.
Meski sudah jadi mahasiswa, Ali kadang masih membantu keluarganya di kebun karet. Kini, Ali sedang menjalani proses pendidikan dokter muda di RSUP Fatmawati. Jika tak ada halang merintang, dia akan resmi jadi dokter tahun depan.
“Aku ucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah Swt, selanjutnya aku ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtuaku yang terus memotivasi dan mensupportku, keluarga, teman, guru-guru dan pihak diknas Sumatera Selatan atas pemberian beasiswa ini,” ucapnya.
Tentang Program Santri Jadi Dokter
Program Kuliah Gratis (PKG) diluncurkan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) pada 22 Agustus 2015. PKG merupakan kelanjutan dari Program Santri Jadi Dokter (PSJD) yang dimulai 2006 dan Program Sekolah Gratis (PSG) sejak 2002. Kedua program tersebut digulirkan Alex Noerdin sejak masih menjadi Bupati Banyuasin dan dilanjutkan di tingkat provinsi setelah Alex menjadi Gubernur Sumsel.
Dalam rangka merelisasikan PKG Pemprov Sumsel menggandeng sejumlah perguruan tinggi di dalam dan luar negeri, antara lain Universitas Sriwijaya, UIN Raden Fatah, Politeknik Sriwijaya, UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Negeri Jakarta, SEAMEO SEAMOLEC, STP Shahid, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Nanjing (Tiongkok), Universitas Jiangsu (Tiongkok), dan Universitas Jeiju (Korea Selatan).
Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Widodo menjelaskan bahwa Pemprov Sumsel membiayai PKG bagi masyarakat kurang mampu untuk memberikan kemudahan bagi mereka dalam mengakses pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi. Melalui program ini para alumni PKG diharapkan nanti dapat berpartisipasi dalam pembangunan daerah.
Dana yang dialokasikan Pemprov Sumsel untuk PKG sebesar 120 miliar untuk 8.000 mahasiswa. Anggaran tersebut akan direalisasikan secara bertahap dalam empat tahun. Pelaksanaan PKG ditetapkan dalam Peraturan Daerah No.3/2015 tentang Kuliah Gratis dan Peraturan Gubernur Sumsel No.22/2015 tentang Kuliah Gratis.
Kedua peraturan tersebut memuat tentang tekhnis pelaksanaan kuliah gratis seperti skema penerimaan, syarat mahasiswa, mekanisme penyaluran bantuan, bidang ilmu dan perguruan tinggi serta kuota mahasiswa yang menerima bantuan setiap tahun.
PKG diarahkan untuk menunjang agenda kebijakan pembangunan dan potensi daerah Sumsel. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel menetapkan 58 program studi sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia untuk pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan Jakabaring Sport City, Sumsel sebagai lumbung energi dan lumbung pangan, pusat penelitian perairan air tawar, pembangunan kebun raya dan monorel, pengelolaan lingkungan, pelayanan kesehatan dan rumah sakit serta pengembangan sektor perkebunan, peternakan, dan pariwisata.
Syarat untuk mendapatkan beasiswa PKG antara lain dinyatakan lulus tes seleksi masuk perguruan tinggi yang telah ditentukan, berprestasi, benar-benar tidak mampu, dan tidak merokok. Selain itu, Pemprov melakukan verifikasi ketidakmampuan dari surat keterangan tidak mampu dari lurah dan kecamatan, rekening listrik, rekening PAM dan foto rumah tempat tinggal.
Pelaksanaan tahap awal basiswa PKG diberikan kepada sekitar 2.000 orang mahasiswa, baik yang kuliah di perguruan tinggi di Sumsel, luar provinsi, dan luar negeri. Angka tersebut termasuk para mahasiswa PSJD maupun mereka yang kuliah di luar negeri dan telah dibiayai Pemprov Sumsel sebelum PKG diluncurkan.
Pada 2014, Pemprov Sumsel telah mengirim sembilan orang ke Cina yaitu: 1 orang di Nanjing Collecge Chemical of Technology (NJIST), 5 orang di Nanjing Institute Railway of Technology, dan 3 orang di Jiangsu Institute of Commerce.
Selanjutnya pada 2015, mahasiswa PKG yang dikirim ke Cina yaitu: 5 orang di Design WUXI Institute of Technology untuk jurusan Fine Art and dan 25 orang di Nanjing Collecge Chemical of Technology (NJIST) untuk jurusan Mechanical Technology, Marketing, Mechanical and Electrical Equipment Repair and Management, dan Mechatronics Technology.
Saat ini terdapat 5 orang yang mengikuti Pre-departure Training di SEAMEO SEAMOLEC yang akan berangkat ke WUXI Institute of Technology. Selain itu, 30 orang sedang mengikuti Pre-departure Training selama tiga bulan di STP Sahid sebelum berangkat ke Jepang.
(detik.com)