”Teu ikhlas aing… Ya Allah, Ya Rabi… Allahu Akbar,” pekik N sambil menangis saat melihat petugas gabungan mengosongkan rumahnya, kemarin pagi. Siswi yang baru duduk di bangku kelas empat sekolah dasar itu semakin histeris kala alat berat hendak meratakan rumahnya di Kampung Naringgul, RT 01/17, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua.
Tak hanya N, banyak anak-anak seumurannya yang ikut menangis di pelukan kedua orang tuanya. Bocah yang mestinya duduk tenang di bangku sekolah itu harus ikut meratapi nasibnya yang tergusur lantaran mendirikan bangunan di atas tanah negara. Raut wajah lesu pun terpancar dari wajah warga Kampung Naringgul. Linangan air mata membasahi pipi para pemilik bangunan. ”Jangan dihancurin bapak… Jangan, saya mohon. Sudah pak… Ya Allah,” teriak Silfi, warga lainnya.
Meski sudah memohon dan mengemis, pembongkaran 53 bangunan di Kampung Naringgul yang kerap disinggahi psangan untuk memadu kasih itu tetap dilakukan 324 petugas gabungan. Lemparan batu berbagai ukuran pun menghujani petugas saat melakukan pengamanan. Alat berat yang tengah beroperasi juga tak luput jadi sasaran amukan dan lemparan warga saat eksekusi berlangsung.
Isak tangis dan teriakan warga mewarnai hampir di sepanjang jalannya penertiban. Warga tak bisa berbuat apa-apa, memilih menyelamatkan barang berharganya dari dalam rumah sebelum rata dengan tanah.Kesibukan hilir mudik warga yang tengah menyelamatkan barang-barang berharganya sesekali terlihat. Kasur, kulkas dan perabotan rumah tangga lainnya dikeluarkan warga dari dalam rumah.
Kebun teh yang berada tak jauh dari lokasi penertiban seketika disulap menjadi tempat penyimpanan barang.
Bahu Jalan Raya Puncak yang berada sekitar 10 meter dari lokasi eksekusi juga tak luput menjadi tempat penitipan barang berharga milik warga. Tak heran jika kala itu kebun teh dan jalan raya dipenuhi perabot rumah tangga milik warga saat pembongkaran. Kegaduhan dan keramaian eksekusi mengundang kehadiran ratusan warga sekitar.
Dari atas perbukitan kebun teh, eksekusi bangunan tak berizin itu menjadi tontonan. Pengguna jalan yang tengah melintas sesekali melambatkan laju kendaraannya untuk melihat ada apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Tensi penolakan penggusuran memanas, tepat saat petugas hendak mengeksekusi lima bangunan rumah milik Deden Supriatna (60). Tepat pukul 14:50 WIB, Deden mencoba menghadang laju beko yang tengah beroperasi. Aksinya tersebut sempat memicu keramaian. Sejumlah rekannya mencoba menenangkan namun gagal.
Tak terima dengan penolakan yang dilakukan Deden, puluhan Satpol PP bersenjata lengkap menyambangi Deden, yang membuat keadaan semakin memanas. Tak terima atas perlakuan petugas terhadap Deden, pihak keluarga mencoba membela Deden, yang memicu adu mulut dan saling dorong antara petugas dengan keluarga. ”Saya hanya meminta sedikit kebijakan kepada kalian,” teriak Deden sambil menunjuk ke arah puluhan petugas.
Kekesalan Deden berawal dari permohonan penundaan penggusuran yang dilayangkannya kepada petugas tak digubris. Bahkan salah satu pihak keluarga Deden sempat mengancam akan meminta perlindungan kepada sejumlah oknum TNI, dengan mengaku dan berdalih masih sanak saudara dari salah seorang perwira. Wanita yang masih kerabat Deden itu juga sempat menelepon seseorang sambil menggertak dan sesekali melontarkan kalimat TNI dan Batalyon di hadapan para petugas.
Salah seorang warga Kampung Naringgul, Rohim, mengaku tidak tahu lagi mesti tinggal di mana kelak. Pria yang sudah tinggal di lokasi tersebut sejak 1983 itu hanya bisa pasrah saat petugas menghancurkan rumah hasil jerih payahnya dengan alat berat. Ia juga sempat mengeluhkan sempitnya waktu yang diberikan petugas yang berakibat ketidaksiapan warga dalam menyelamatkan barang berharganya. Ia juga mengakui kebanyakan warga tidak mengerti dalam mengurusi administrasi perizinan bangunan, yang mengakibatkan puluhan hunian warga diratakan dengan tanah.
Pihaknya juga sangat menyayangkan sifat ketidakpedulian petugas terhadap warganya yang semestinya mendapat perlindungan. ”Kita ini sudah tinggal di sini lama, puluhan tahun. Kita diberi waktu kurang dari 24 jam, makanya banyak barang berharga warga yang sulit diselamatkan,” cetus pria kelahiran 1970 itu.
Rahim mengamini jika banyak bangunan di lokasi tersebut yang disewakan kepada para pelancong Puncak. Namun, ia beserta warga lainnya memiliki alasan tertentu untuk melakukan hal tersebut. ”Memang disewakan, tapi kan tempat ini bukan sarang kriminal. Zaman sekarang usaha mah apa saja. Di sini mah kan nggak ada ladang usaha lagi selain jualan. Ada kebun teh, orang sini mah kan nggak ada yang kerja di sana,” celetuknya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penegakkan Perundang-undangan Satpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridho mengatakan, secara garis besar penertiban tersebut menyasar 53 bangunan, yang 30 di antaranya digunakan sebagai kamar melati. ”Bangunan ini kami tertibkan karena tidak memiliki izin,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
”Semua sudah kita lakukan sesuai aturan yang berlaku, yakni Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015. Kita juga sudah lakukan sosialisasi kepada masyarakat, mulai dari SP1, SP2 dan SP3. Pada intinya sehingga kegiatan ini adalah murni sebagai penegakan peraturan daerah,” sambungnya.
Tak hanya penegakan peraturan daerah, penertiban tersebut juga merupakan bagian dari salah satu kebijakan bupati Bogor, yang ingin menata kembali kawasan Puncak. ”Ini juga ada kaitannya dengan penataan kawasan Puncak. Bupati ingin Puncak harus menjadi destinasi wisata nasional dan harus bisa menjadi ikon wisata Kabupaten Bogor,” paparnya.
Selain itu, langkah tersebut juga sekaligus implementasi kebijakan program bupati Bogor, yakni Nongol Babat (Nobat). Menurut Agus, puluhan bangunan tersebut memang kerap digunakan tempat asusila, yang selama ini mengganggu ketertiban umum.
Total yang sudah ditertibkan ada 23 bangunan yang sudah dibongkar, itu adalah bangunan penginapan, kosan dan kontrakan yang selama ini sangat mengganggu ketertiban umum karena digunakan untuk kegiatan-kegiatan perbuatan asusila. Itu juga bagian dari program Nobat yang dijalankan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.
Agus meminta warga pemilik bangunan agar sedari sekarang segera mengosongkan bangunannya dan menyelamatkan barang berharga miliknya. “Kita beri waktu hingga Senin nanti agar warga bisa segera mengosongkan bangunannya dan mengeluarkan barang berharganya. Kami juga mengimbau kepada masyarakat, jangan pernah mendengar iming-iming bangunannya akan selamat. Karena pada akhirnya bangunan ini pasti akan kami bongkar,” pesannya.
(Metropolitan.id)