Apa Itu Andaru? Mitos yang Masih Dipercaya di Momen Pilkades, Termasuk di Majalengka Hari Ini

by -101 views

JABARMEDIA.COM Sebanyak 64 desa di Kabupaten Majalengka menggelar pilkades (pemilihan kepala desa) serentak pada Sabtu (27/5/2023), hari ini.

Selain pertarungan suara untuk memperebutkan kursi, banyak sisi lain yang menarik untuk dibahas dari momen pilkades tersebut.

Salah satunya, adanya berbagai kepercayaan masyarakat setiap menjelang pilkades yang sampai saat ini masih berlaku.

Andaru adalah salah satu kepercayaan yang sampai saat ini masih dipegang masyarakat saat momen pilkades.

Masyarakat, khususnya timses para calon kuwu (kades), biasanya berinisiatif menanti turunnya andaru pada malam menjelang hari H pencoblosan.

Masyarakat percaya bahwa ketika andaru, yang disebut-sebut menyerupai bola api, jatuh di rumah salah satu calon maka dialah yang akan jadi pemenang.

Andaru sendiri, menurut cerita yang beredar, biasanya turun pada dini hari, dari pukul 00.00 WIB hingga menjelang Subuh.

Budayawan Majalengka Rahmat Iskandar mengatakan, andaru sendiri diambil dari salah satu cerita dalam dunia pewayangan.

Namun, dalam kisah asli pewayangan baik Ramayana maupun Mahabrata tidak terdapat cerita andaru itu.

Baca Juga:  Jabar harus Segera Bentuk BPBD Kabupaten/Kota

“Dalam salah satu cerita Putra Astina disebutkan bahwa penerus kerajaan itu mencari Wahyucakraningrat.”

“Itu untuk menentukan siapa yang akan jadi raja. Namun apa dan bagaimana Wahyucakraningrat itu, tidak dijelaskan. Apakah dalam bentuk cahaya, angin, atau bisikan, tidak dijelaskan. Namun, siapa yang mendapatkannya, dialah yang akan jadi,” ujar Rais, demikian dia disapa, Sabtu (27/5/2023).

Kendati demikian, jelas dia, ada syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan mencari Wahyucakraningrat itu.

Tahan terhadap godaan adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi.

“Misalnya saja godaan perempuan cantik. Ketika tergoda maka Wahyucakraningrat itu akan keluar. Dari sanalah selanjutnya mungkin ada istilah andaru atau ada juga yang nyebutnya pulung,” ucapnya.

Dari kisah itu, kata Rais, masyarakat di sejumlah daerah kemudian menerapkannya dalam setiap ada pemilihan calon pemimpin, tak terkecuali di Majalengka.

Rais menjelaskan, tidak hanya pada pilkades, tapi juga utuk level yang lebih atas, yakni pilkada.

“Tradisi ini di beberapa daerah masih hidup. Namanya mungkin beda-beda, tapi ya ke sana juga arahnya,” jelas dia.

Baca Juga:  Polres Majalengka tangkap pencuri di 5 sekolah gondol 39 komputer

Jika ditarik dalam konteks modernisasi ini, andaru bisa diartikan sebagai rakyat.

Ketika seorang calon memiliki kepribadian yang baik, iktikad baik untuk menyejahterakan rakyatnya, peluang yang bersangkutan untuk terpilih sebagai kades sangat besar.

“Rakyat akan datang, akan menjatuhkan pilihan kepada dia. Maka sudah dipastikan dia akan menang.”

“Dan ketika sifatnya berubah jadi tidak amanah, korupsi, sewenang-wenang maka rakyat pun akan menjauhi. Ya seperti Wahyucakraningrat itu.”

“Meskipun sudah masuk, tapi ketika tidak tahan godaan maka akan keluar lagi,” katanya.

Salah satu calon kuwu di Kecamatan Maja, Taufik, mengatakan, tradisi tersebut kembali kepada masing-masing orang.

Namun, Taufik menilai mencari andaru jatuh saat ini akan terasa lebih sulit.

“Sekarang mah sangat susah ya. Karena sudah banyak penerangan. Saya mah nggak mencari, tapi nunggu pulung aja, nunggu keberuntungan,” ujar Taufik, saat dihubungi terpisah. (*)

(Tribunnews/idram)