JABARMEDIA.COM – Pemerintah akan menerapkan kebijakan larangan menjual barang impor di marketplace jika harganya di bawah Rp 1,5 juta (100 dollar AS).
Kebijakan tersebut akan diatur dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Saat ini, Permendag tersebut masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) hingga 1 Agustus 2023. Menteri Perdagangan Zulkifi Hasan mengatakan, kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi produk UMKM lokal agar tak kalah saing.
“Ya kalau nanti produk (impor) yang harganya Rp 5.000 membanjiri kita kan kita malah repot, makanya itu yang kita usulkan dalam revisi Permendag,” ujar Mendag Zulhas saat dijumpai Kompas.com di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Meski demikian, Zulhas belum bisa mengungkapkan secara detail apakah semua produk impor yang harganya di bawah 100 dollar AS yang dilarang atau hanya produk-produk tertentu yang sudah ada di Tanah Air.
Ia hanya memastikan bahwa kebijakan tersebut sudah mendapat dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM. “Barang yang dijual itu juga ada harganya, masa kecap dan sambal harus impor, UMKM saja kan bisa bikin sambal. Maka saya usulkan, harganya 100 dollar AS dan Kementerian Koperasi dan UKM juga setuju dengan itu,” ungkap Zulhas.
Cegah predatory pricing Secara terpisah, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, masifnya produk impor di Tanah Air telah menyebabkan predatory pricing. Predatory pricing adalah kegiatan menjual barang di bawah harga dan jauh dari modal.
Karenanya, kata dia, aturan baru tersebut dibuat untuk melindungi produk lokal. “Kalau kita terlambat membuat regulasinya ini pasar digital kita akan dikuasai produk dari luar, terutama dari China yang memang bisa produksi barang begitu murah,” kata dia di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (27/7/2023). “Sehingga yang terjadi di sini adalah predatory pricing, bukan dumping lagi, enggak masuk akal harganya,” sambungnya.
Respons Shopee dan Tokopedia Dua perusahaan e-commerce terbesar di Indonesia, Shopee dan Tokopedia, sedang mempelajari aturan dan dampak dari kebijakan tersebut terhadap bisnis mereka. Wakil Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Muhammad Hilmi Adrianto mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait larangan tersebut.
“Untuk saat ini, kami masih mempelajari dan terus berkoordinasi dengan pihak internal, pemerintah dan berbagai pihak terkait peraturan tersebut, serta dampaknya pada bisnis Tokopedia,” kata Hilmi, Jumat (28/7/2023).
Hilmi menekankan, Tokopedia adalah marketplace domestik yang tidak memungkinkan adanya impor langsung (cross-border) di dalam platform.
Ia mengatakan, hampir 100 persen penjual di Tokopedia berdomisili di Indonesia. “Penjual di Tokopedia yang sekarang berjumlah lebih dari 14 juta dan hampir 100 persen pelaku UMKM ini 100 persen berada atau berdomisili di Indonesia,” ujarnya.
“Shopee memiliki program ekspor yang memfasilitasi UMKM lokal membawa produknya ke mancanegara,” ujar Radityo kepada, Jumat. Radityo mengatakan, saat ini, ada 20 juta produk UMKM dari Indonesia yang bisa dibeli di pasar Asia Tenggara, Asia Timur dan Amerika Latin dengan harga di bawah 100.000 dollar AS.
Ia berharap kebijakan pemerintah nantinya tak berdampak terhadap pelaku UMKM yang bergabung dalam program Kampus UMKM Shopee Ekspor. “Kami berharap kebijakan ini tidak berdampak pada program dan pencapaian dari pelaku UMKM.
Saat ini kami juga mencatat pertumbuhan yang baik untuk bisa mencapai target 500.000 seller UMKM ekspor di tahun 2030 mendatang,” ucap dia.
Tanggapan Asosiasi E-commerce Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengaku belum mengetahui secara detail aturan yang akan diberlakukan pemerintah terkait larangan penjualan barang-barang impor tersebut.
Meski demikian, ia menyatakan asosiasi mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat ekosistem produk lokal di marketplace. “Kita selama ini terus memberikan masukan kepada pemerintah, dan kita juga dilibatkan dalam peraturan ini.
Kita selalu dari asosiasi e-commerce kita selalu mendukung apa pun yang dilakukan pemerintah untuk penguatan ekosistem produk lokal,” kata Bhima, Jumat (28/7/2023).
Bhima mengatakan, pihaknya juga akan melihat dampak yang muncul dari aturan baru tersebut. Ia mengatakan, para pemain e-commerce akan memiliki aturan baru jika pemerintah secara resmi menetapkan aturan terkait larangan penjualan barang impor tersebut.
(Kompas/idram)