“Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak,” lanjutnya.
Irisan dengan tahapan Pemilu 2024
Isu ini sebetulnya sudah lama diperbincangkan di kalangan kepemiluan. Berkebalikan dengan Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berharap jadwal Pilkada 2024 maju dua bulan, menjadi September.
Dalam diskusi yang dihelat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (25/8/2022), Hasyim menuturkan bahwa majunya jadwal ini sebagai bagian dari upaya mencapai keserentakan pelantikan kepala daerah pada Desember 2024.
“Selama ini, pilkada serentak itu yang tercapai baru keserentakan pencoblosan, keserentakan pelantikan belum.
Padahal dalam UU PIlkada ada, keserentakannya adalah bersama-sama dengan pelantikan pejabat yang masa jabatannya paling akhir,” sebut Hasyim. Menurutnya, pemungutan suara yang baru digelar November 2024 terlalu dekat dengan rencana pelantikan pada Desember 2024,.
Padahal, selalu ada potensi digelarnya pemungutan dan penghitungan suara ulang hasil sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). “Karena mungkin orang (calon) akan menggugat ke MK. (Kalau) MK membuat putusan pemungutan suara ulang, rekapitulasi suara ulang, untuk mencapai keserentakan pelantikan agak berat,” ucapnya.
Dimajukannya jadwal pemungutan suara ke September 2024 dinilai memberikan ruang gerak yang leluasa apabila terjadi perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilkada Serentak. “Kira-kira pilkada kabupaten/kota sudah ada hasil (PHPU) dalam 7 hari. Pilgub, sekitar 14 hari. Kalau ada pemungutan suara, perhitungan suara, kita masih bisa mengejar pelantikan pada Desember 2024,” jelas Hasyim.
Potensi konflik tinggi Di samping itu, Pilkada yang digelar pada September 2024 juga dianggap lebih menjamin stabilitas nasional, khususnya dalam hal keamanan. Pilkada yang dihelat November 2024 dianggap kurang tepat dari segi waktu, sebab presiden dan wakil presiden yang baru terpilih hasil Pemilu 2024 baru dilantik sebulan sebelumnya.
Konsolidasi kekuasaan belum kuat. “Tetapi beda kalau pencoblosannya September. Presidennya masih yang sekarang, pemerintahannya bisa dikatakan masih utuh,” ujar Hasyim. Ini juga pertimbangan Bagja yang pernah ia ungkapkan pula dalam rapat bersama Komite I DPD RI di Jakarta, Selasa (8/11/2022), dan disampaikan lagi di KSP.
Potensi masalah keamanan ini berkaitan dengan pasukan keamanan yang tersebar di wilayah masing-masing karena pilkada berlangsung serentak, sehingga perbantuan personel keamanan hampir sulit dilakukan. “Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan kemanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga menggelar pemilihan serupa,” ungkap pria 43 tahun itu. Hal ini diamini eks komisioner KPU RI yang kini menjabat Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi.
Ia memperingatkan bahwa potensi kekerasan masih tinggi pada pilkada. Ubaid menjelaskan bahwa sampai saat ini, profil pilkada di Indonesia belum berubah, di mana terdapat sentimen kedekatan yang tinggi antara pendukung dan kandidat yang maju kontestasi. Ini yang kerapkali memicu konflik.
Penelusuran, terjadi beberapa peristiwa yang melibatkan pembakaran dan pengrusakan sampai bentrok antara simpatisan kandidat yang tak jarang dipicu dari anggapan tidak netralnya pemerintah daerah dan penyelenggara pemilu. Pada 29 April 2006, Pemilihan Bupati (Pilbup) Tuban, Jawa Timur, rusuh. Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Palopo, Sulawesi Selatan, juga bernasib sama pada 31 Maret 2013, berujung rusaknya banyak fasilitas.
Pada 19 Desember 2015, Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Utara diwarnai penolakan hasil pleno KPU setempat soal penetapan perolehan hasil pemungutan suara dan pembakaran kantor gubernur. Pilbup Intan Jaya, Papua, memakan 1 korban jiwa pada 24 Februari 2017.
Terparah, Pilgub Yalimo, Papua (2021), ketika pembakaran mengakibatkan ratusan fasilitas publik rusak dengan kerugian ditaksir lebih dari Rp 300 miliar dan lebih dari 1.000 orang mengungsi. Jika jadwal Pilkada 2024 dipertahankan, maka dibutuhkan strategi khusus dan pemetaan serius untuk mengatur distribusi personel keamanan sesuai dengan potensi konflik di wilayah yang berbeda.
“Maka proses pengamanannya harus berbeda di daerah yang tingkat kerawanannya tinggi, misalnya 2 TPS 1 polisi, kalau daerah aman 5 TPS 1 polisi. Itu strategi pengamanannya,” ujar Pramono memberi contoh.
“Jadi kalau dalam pilkada, apalagi tingkat kabupaten/kota itu seringkali calon itu dikenal secara pribadi oleh pemilihnya. Jadi, dia itu pamannya atau teman sekolahnya, atau bapaknya temannya, jadi memang dekat sekali dengan kehidupan pribadi warga di situ,” jelas Ubaid ketika dihubungi pada Jumat (18/11/2022).
Butuh revisi undang-undang
Pilkada 2024 digelar serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2022, 2023, 2024, dan 2025. Total, ada 37 provinsi (minus DI Yogyakarta), 415 kabupaten, dan 98 kota yang bakal berpartisipasi dalam pilkada serentak seluruh daerah sepanjang sejarah Indonesia ini. Akan tetapi, untuk memuluskan usul perubahan jadwal pilkada, butuh dilakukan revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
Beleid itu kadung mencantumkan ketentuan, pada pasal 201, bahwa Pilkada Serentak 2024 digelar pada bulan November.
(kompas/idram)