Benteng itu dipasang oleh seorang warga berinisial N (70) di depan kosan milik W. N mengklaim jika jalan yang ada di depan kos-kosan itu adalah miliknya sehingga dia membangun benteng tersebut.
“Jadi tergugat ini pernah menyampaikan ke pengurus (RW) bahwa tanah atau jalan gang tersebut adalah milik dari pribadi. Itu adalah alasan adanya pembentengan,” kata Ketua RW 15, M Rahmat Solehudin (42) Jumat
Kasus ini semakin panas, tatkala sempat terjadi adu mulut antara N dan pemilik kosan. Sehingga persoalan sengketa lahan itu jadi meluas.
“Jadi intinya pernah ada permasalahan cekcok dua belah pihak. Terus laporan ke pengurus, sehingga melebar ke permasalahan saling melaporkan,” ungkapnya.
“Yang saya tahu saat persidangan, bahwa adanya semacam iuran-iuran yang harus dibayar untuk perawatan jalan. Seperti saluran air atau perawatan jalan yang digunakan. Jadi iuran itu diminta tergugat kepada penggugat. Besarannya sekitar kurang lebih Rp 2,5 juta per tahun,” ucapnya.
Persidangan tersebut telah dimenangkan oleh pemilik kosan W. Sehingga benteng tersebut sudah seharusnya saat ini dibongkar dan menjadi fasilitas umum.
“Kalau melihat dari hasil persidangan bahwa hal itu adalah fasum, ya harusnya itu jalan umum bukan milik pribadi,” tuturnya.
Bupati Bandung Dadang Supriatna turut berkomentar terkait kejadian ini, dia menyayangkan kejadian ini bisa terjadi.
“Ya itu (pembentengan) melanggar hukum, soalnya mengganggu hak orang lain yah,” ujar Dadang di Jelekong, Baleendah, Rabu (30/8/2023).
Menyikapi kejadian ini, Dadang akan berkoordinasi dengan aparat setempat untuk meminimalisasi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Nanti kita dengan pak kapolsek dan pihak Desa untuk koordinasi. Supaya ada persuasif. Sehingga tidak terjadi lagi pembentengan,” jelas Dadang.
Dadang menilai, permasalahan tersebut hanya soal bagaimana bertetangga dengan baik untuk menciptakan kerukunan.
“Ya makanya pembongkaran benteng itu harus segera dilakukan. Apalagi haknya orang sekitar (jalan umum),” bebernya.
(Detik/idram)