JABARMEDIA.COM – Fenomena anak sekolah menyayat tangan akibat tren di media sosial TikTok membuat para orangtua murid khawatir.
Salah satunya adalah Ade Rusliana (31). Dua anaknya kini tengah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) di kawasan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Ade menilai, pergaulan anak zaman sekarang sangat berbeda dengan dahulu. “Dibilang takut, ya takut mereka ikut-ikutan.
Apalagi, memang lagi ramai di TikTok dan yang sehari-harinya mereka tonton,” kata Ade, Kamis (5/10/2023).
Saat ditanya apakah dia mengetahui fenomena anak sekolah sayat tangan, Ade tidak menampiknya. Bahkan, dia sudah tidak lagi terkejut. “Sebenarnya sudah enggak kaget lagi, karena zaman dulu memang sudah ada.
Ya bedanya kan sekarang ada media sosial yang disebarkan secara luas tanpa memandang usia,” tutur Ade.
Sementara itu, salah satu orangtua murid bernama Lusy Tania (31) menganggap tren tersebut merupakan hal yang sangat negatif dan merugikan tumbuh kembang anak.
“Enggak ada bagus-bagusnya dan keren-kerennya buat jadi tren. Terus kan itu ramai di TikTok ya, kalau bisa dari TikTok-nya, kalau ada video-video kayak gitu, harus di-take down sih biar enggak pengaruhi anak,” kata Lusy dalam kesempatan yang berbeda.
Keresahan sebagai orangtua murid juga dirasakan Christina Indah Paramita (38). Anak pertamanya kini tengah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Apalagi, menurut Indah, konten media sosial saat ini sangat susah untuk disaring. “Tahu, kan itu yang lagi ramai di Situbondo. Ya gara-gara viral gitu, saya khawatir anak saya malah liat konten-konten kayak gitu.
Bukannya belajar, tapi mencelakakan diri,” pungkas Indah. Sebelumnya diberitakan, 11 siswa SD di Kecamatan Situbondo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, melukai tangannya sendiri akibat terpengaruh konten Tiktok.
Mereka melukai lengannya menggunakan alat kesehatan (alkes) untuk cek GDA stick yang dijual pedagang di sekitaran sekolah. Aksi siswa kelas IV hingga VI ini diketahui para guru yang melihat tangan siswanya penuh luka goresan di lengan.
Guru sekolah kemudian melapor ke pihak kepala sekolah dan memeriksa seluruh siswa. Mereka kemudian menemukan belasan anak didiknya dengan tangan penuh luka goresan.
Selain berkoordinasi dengan wali murid, pihak sekolah melapor ke Dinas Pendidikan Situbondo agar tren tersebut tidak berkembang ke siswa siswi lainnya. Para guru juga diminta lebih memerhatikan anak didiknya agar tidak ikut-ikutan tren tersebut.
(Kompas/idram)