JABARMEDIA.COM – Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher mengatakan kelangkaan dan tingginya harga beras di pasaran dalam beberapa bulan terakhir kemungkinan besar disebabkan oleh buruknya penerapan kebijakan kesejahteraan sosial atau Bansos.
Netty mengatakan, kondisi ini mengkhawatirkan karena dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap bahan pokok.
Di sisi lain, masyarakat sebentar lagi memasuki bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri yang mana kebutuhan akan bahan pokok semakin meningkat.
Membantah klaim pemerintah bahwa kekurangan beras dan tingginya harga beras saat ini disebabkan oleh perubahan iklim yang menyebabkan penurunan hasil panen.
“Penyebab El Niño dan buruknya panen bukan satu-satunya faktor yang membuat beras menjadi langka dan mahal. Kebijakan sosial yang jor-joran tanpa memperhatikan ketersediaan pasokan juga menjadi faktor penyebab kelangkaan beras,” kata Netty dalam keterangannya, Sabtu (24 Februari 2024).
Menurut Netty, bantuan sosial Jor-roan tidak begitu mendesak seperti saat pandemi Covid-19. Netty heran bansos lebih sering dan lebih besar jumlahnya menjelang pemilu kemarin dibandingkan saat pandemi, akibatnya harga beras menjadi mahal.
“Pemerintah harus berani mengakui dan mengevaluasi kebijakan ini,” kata Netty.
Netty meminta pemerintah mengambil tindakan nyata dibandingkan hanya menangani masalah kesejahteraan dan kekurangan beras atau bansos. Tanggung jawab negara adalah menyediakan pangan yang murah dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Segera atasi kekurangan ini dan kenaikan harga terkait dengan menggunakan metode yang efektif seperti operasi pasar dan pengendalian distribusi. Pastikan tidak ada kelompok yang melakukan tindakan permainan di air keruh, seperti menimbun untuk mencari keuntungan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IkAPPI) mengumumkan harga beras saat ini naik hingga 20 persen.
Sekjen Ikappi Reynaldi Sarijowan mengatakan harga beras saat ini Rp 18.000 per kilogram (kg). Lebih mahal dari biasanya, sekitar Rp 14.000 per kg. Ini merupakan harga tertinggi sepanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
(Lela)