JABARMEDIA.COM – Puspita, seorang ibu rumah tangga asal Benowo, Surabaya, Jawa Timur, merasa risih dengan kenaikan harga beras yang tidak masuk akal.
Menurutnya, kenaikan harga beras dua kali lipat dalam seminggu sangat tidak wajar mengingat Indonesia merupakan negara agraris.
Meskipun harga beras naik, ia tetap harus membelinya karena merupakan kebutuhan pokok.
Untuk mengatasi hal ini, Puspita biasanya membeli beras dengan kualitas premium atau mencari alternatif lauk yang lebih murah.
Pedagang nasi goreng di Surabaya, Kadir, juga mengakui bahwa kenaikan harga beras berdampak langsung pada penurunan pendapatannya.
Harga beras yang semakin tinggi membuat penghasilannya berkurang.
Sebagai contoh, setahun lalu ia membeli beras seharga Rp14.000 per kilogram untuk bahan nasi goreng, namun sekarang harganya sudah mencapai Rp16.500 hingga Rp17.000.
Kadir berharap pemerintah dapat stabilkan kembali harga-harga bahan pokok agar tidak terlalu mahal.
Muhammad Ibrizi, seorang pedagang makanan warung Tegal di Sleman, juga mengungkapkan keheranannya terhadap kenaikan harga bahan pokok.
Biasanya, kenaikan harga bahan pokok yang signifikan terjadi menjelang hari raya Idulfitri, namun kali ini, harga-harga sudah naik sebelum bulan Ramadan pun tiba.
Meskipun demikian, Ibrizi belum berencana menaikkan harga jual makanan di warungnya. Ia lebih memilih untuk menekan biaya produksi dengan mengurangi penggunaan cabai dan memilih jenis beras yang lebih terjangkau namun kualitasnya tetap sama.
Sebagai seorang pelaku bisnis, Ibrizi berharap agar harga bahan pokok dapat stabil dan tersedia secara cukup.
Jika harga terus merangkak naik, ia tidak menutup kemungkinan untuk menaikkan harga jual di warungnya. Sebagai upaya untuk menyiasati tingginya biaya produksi.
Dalam kondisi yang sulit seperti ini, ia berusaha untuk tetap menjaga kualitas produknya tanpa mengorbankan kepuasan pelanggan.
(Iwan)