JABARMEDIA.COM – Asia Africa Festival akan kembali hadir di Bandung pada 6-7 Juli 2024. Festival ini digelar dalam rangka memeriahkan peringatan sejarah penting Konferensi Asia Afrika (KAA).
Ketua Badan Promosi Pariwisata Kota Bandung Arif menyebut akan ada delegasi dari 18 negara yang ikut meramaikan acara tersebut. Jumlah ini meningkat dibanding tahun lalu, yang hanya dihadiri 15 delegasi.
Selain itu, Arif menargetkan lebih dari 3.700 warga Bandung dan sekitarnya datang menyaksikan Asia Africa Festival. “Dengan melibatkan 18 delegasi internasional, Festival Asia Africa akan menjadi ajang besar yang melibatkan pemerintah pusat,” kata Arif di Bandung. Saat ini, kata Arif, persiapan Festival Asia Africa sudah mencapai 80 persen.
Target Kunjungan Wisata Meningkat Pj Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono mengatakan, selain mengenang peristiwa KAA, Festival Asia Africa juga menjadi ajang untuk merayakan keragaman budaya.
“Dengan acara seperti Festival Asia Africa, Bandung dapat menarik lebih banyak wisatawan, meningkatkan ekonomi lokal, dan memperkuat citra kota sebagai destinasi wisata internasional,” ujarnya.
Bambang menilai festival tersebut bisa menjadi celah untuk mempromosikan berbagai potensi yang ada di Kota Bandung, seperti kuliner, fashion, seni, budaya, dan lainnya. Bambang menargetkan kunjungan wisata dan keterisian hotel pada awal Juli meningkat, imbas acara tahunan ini. Dia berharap festival ini dapat menjadi kebanggaan warga Bandung dan komunitas internasional.
Sejarah Konferensi Asia Afrika
Konferensi Asia Afrika (KAA) merupakan pertemuan penting bersejarah yang dilaksanakan di Bandung, pada 18-24 April 1955. KAA dihadiri oleh 29 negara dari Asia dan Afrika yang mewakili lebih dari setengah populasi dunia pada saat itu.
Konferensi ini bertujuan untuk mempererat hubungan solidaritas di antara negara-negara Asia dan Afrika, yang banyak di antaranya baru merdeka dan masih berjuang melawan kolonialisme dan imperialisme.
Gagasan untuk mengadakan KAA pertama kali diusulkan oleh Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, pada tahun 1953. Gagasan ini kemudian dibahas dalam beberapa pertemuan, termasuk Sidang Kolombo di Sri Lanka pada tahun 1954, yang dihadiri oleh para pemimpin dari India, Pakistan, Burma (Myanmar), dan Indonesia. Pertemuan berikutnya diadakan di Bogor, Indonesia, untuk mempersiapkan KAA dan menentukan negara-negara yang akan diundang.
Konferensi ini menghasilkan sebuah dokumen penting yang dikenal sebagai “Dasasila Bandung,” yang terdiri dari sepuluh prinsip dasar untuk mempromosikan perdamaian dan kerjasama internasional.
Prinsip-prinsip tersebut meliputi penghormatan terhadap hak asasi manusia, kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa, serta penyelesaian perselisihan internasional melalui cara damai.***
(Pikiran rakyat/idram)