Kondisi tersebut dialami para siswa-siswi itu setelah jembatan gantung yang biasa mereka lewati ambruk diterpa banjir pada Rabu 4 Desember 2024 lalu. Jembatan yang belum lama diresmikan itu padahal jadi satu-satunya akses bagi warga dan siswa di sana untuk beraktivitas.
Ambruknya jembatan gantung itu sempat membuat proses belajar mengajar di SDN Pasir Pogor dihentikan. Namun saat masa libur usai, siswa-siswi harus kembali bersekolah dan mau tak mau harus berjuang melewati sungai dengan menjunjung sepatu dan menyingsingkan celana.
“Jadi sekitar dua bulanan ya, bisa menikmati jembatan utuh. Lalu karena bencana, anak-anak libur, dan kemarin dengan hari ini kembali mereka berenang dan ada yang digendong untuk menyeberangi sungai. Seperti pagi tadi, sungai agak surut, anak-anak SD diantar menyeberang oleh orang tuanya,” ucap Bete.
“Kalau air pasang atau hujan deras, semua aktivitas itu terpaksa diliburkan,” imbuhnya.
Bukan cuma pelajar, para petani juga harus melakukan hal serupa. Bahkan petani sampai harus berenang demi mencapai tujuan. “Selepas jembatan hilang, semua kembali ke asal. Mereka berjalan lagi melintasi sungai, bahkan ada yang sampai nekat berenang,” terangnya.
“Jembatan roboh sekitar pukul 10.00 atau 11.00 pagi. Fondasinya tergerus air karena banjir kali ini sangat besar. Selama 20-25 tahun saya tinggal di sini, belum pernah melihat air sungai meluap seperti saat itu,” jelas Ruyatman, Kepala Seksi Pelayanan Desa Cidadap.
(Detik/idram)